REGULASI DIRI : BAGAIMANA MENGENALKANNYA PADA ANAK AUTISTIK
- Autism spectrum disorder (ASD) adalah kondisi perkembangan saraf yang didiagnosa berdasarkan terdapatnya gangguan pada kemampuan bersosialisasi dan komunikasi (1) , seperti juga adanya gangguan perilaku “terbatas atau kaku” dan repetitif atau suka berulang-ulang (2) , muncul kesepakatan terdapat indikasi ASD yang meliputi adanya gangguan konektivitas dan proses di sekitar area otak (3) . Maka, kerusakan yang berhubungan dengan ASD dapat meluas, termasuk yang berdampak signifikan pada fungsi emosional , yang paling umum bermasalah berkaitan dengan perilaku mudah marah, agresif, menyakiti diri sendiri, kecemasan, dan impulsif (4). Regulasi diri bisa disebut dengan kontrol diri, manajemen diri, kontrol emosi, dan kontrol impulsif. Regulasi diri adalah kemampuan untuk melakukan apa yang dibutuhkan agar dapat mencapai kondisi optimal pada situasi yang sedang dihadapi . Hal ini termasuk dalam bagaimana meregulasi kebutuhan sensori, emosi, dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan lingkungan sekitar, mencapai tujuan, dan berperilaku yang dapat diterima secara sosial .
- Pada anak ASD banyak yang mengalami masalah kontrol emosi dan kesulitan untuk mengelola terhadap emosi yang sedang dirasakannya. Agar dapat mengelola emosi, anak perlu kemampuan mengenal kesadaran emosi diri terlebih dahulu. Jika anak sudah mengenal kesadaran emosi, berikutnya anak akan lebih mudah diajarkan strategi bagaimana mengelola emosi yang sedang dirasakannya.
- ● The Zones Of Regulation Feelings Chart (5)
Untuk mengajarkan anak dapat mengenal kesadaran emosi, pertama, kita mengenalkan anak mampu mengidentifikasi berbagai macam emosi terlebih dahulu. Kita bisa menggunakan chart emosi seperti pada The Zones Of Regulation Feelings Chart (Leah M. Kuypers, MA. Ed. OTR/L) untuk mengenal berbagai macam emosi.
Pada chart tersebut terdapat 4 zona warna yang terdiri dari zona biru, hijau, kuning, dan merah. Pada zona biru artinya anak sedang berada di level arousal rendah atau tampak kurang bersemangat, contohnya seperti mengantuk, bosan, lelah, sedih, atau sakit. Pada zona hijau artinya anak sedang berada di level arousal “just right” atau tingkat kesadaran yang cukup tenang dan mampu fokus. Emosi yang dirasakan anak bisa seperti merasa bersyukur, bahagia, santai, dan lain-lain. Pada zona kuning artinya anak sedang berada di level arousal yang meningkat, contohnya seperti khawatir, cemas, konyol, excited, gugup, dan lain-lain. Pada zona merah artinya anak sedang mengalami level arousal yang meningkat ekstrem dan emosi terasa sangat intens, contohnya seperti berteriak, marah, memukul, menendang, agresif, lepas kontrol, dan lain-lain.
● Zone Tools – Strategi Coping
Jika anak sudah mampu mengidentifikasi macam-macam emosi, kita bisa lanjutkan dengan menganalisa body signal saat mengalami emosi tertentu, dan kemudian kita kenalkan beberapa strategi mengelola berbagai macam emosi sesuai dengan zona warna emosi.
Zona biru ditandai dengan zona Rest Area, artinya jika anak mengalami emosi yang berada dalam zona biru tersebut, anak membutuhkan waktu istirahat untuk mengumpulkan energi kembali. Strategi kelola emosi yang dilakukan bisa dengan peregangan badan, yoga, jalan keluar, minum, mengunyah permen karet, doodling, mendengarkan musik, basuh muka dengan air, berbicara dengan orang yang kita percaya, menemukan tempat dan waktu untuk meluapkan emosi, dan lain-lain.
Zona hijau ditandai dengan zona Go, artinya anak siap dalam melakukan aktivitas. Dalam zona ini, anak bisa kelola emosi dengan mengerjakan tugas, menyelesaikan deadline, membaca buku, bermain musik, olahraga, dan lain-lain.
Zona kuning ditandai dengan zona Slow, artinya dalam zona ini anak mengalami peningkatan arousal namun masih bisa terkontrol. Strategi kelola emosi yang dilakukan bisa seperti mendengarkan musik yang tenang, tarik buang nafas yang dalam, olahraga, dan lain-lain.
Zona merah ditandai dengan zona Stop, artinya dalam zona ini arousal anak sedang meningkat ekstrem dan emosi terasa intens sehingga perilaku bisa menjadi tak terkontrol.
Strategi kelola emosi yang dilakukan bisa tarik buang nafas yang dalam, keluar ruangan, minum air, cuci muka, meremas mainan yang empuk, mendorong benda yang berat, menutupi badan dengan selimut tebal atau bantal, mencium bau yang menyenangkan, berbaring dan menutup mata sambil membayangkan hal yang menyenangkan, dan lain-lain .
● Moving Into The Zone (6)
Menggerakkan tubuh dan mengolah nafas dapat mengaktifkan sistem saraf otak kita untuk membantu meregulasi emosi. Beberapa gerakan nafas atau breathing exercise yang dapat membantu meregulasi emosi contohnya seperti belly breathing yang bisa diaplikasikan pada zona biru, hijau, dan kuning, prone breathing yang bisa diaplikasikan pada zona biru dan merah, dan centering breathing yang bisa diaplikasikan pada zona hijau dan biru .
Beberapa gerakan seperti gerakan yoga yang dapat diaplikasikan untuk meregulasi emosi contohnya pada gerakan yang menstimulasi agar lebih meningkatkan energi seperti gerakan yoga Sapi - Kucing, Nafas Singa pada zona biru. Gerakan yang membutuhkan keseimbangan seperti pose yoga Penari atau Elang bisa diterapkan pada zona hijau. Untuk zona kuning, input yang memberikan tekanan pada badan seperti pose Child Pose pada yoga, atau membungkus tubuh dengan selimut juga. Bisa juga dengan melatih nafas yoga seperti Nafas Balon. Saat energi dan arousal sedang naik di zona Merah, kenalkan juga latihan pernafasan yoga seperti Nafas Laut dan juga bisa gerakan yoga downward dog.
Dengan menggunakan gerakan-gerakan yang sesuai dengan masing-masing zona tersebut dapat membantu anak untuk kelola emosi dalam mengatasi perubahan emosi yang dihadapinya. Tentunya pilihan gerakan pada setiap zona bisa berbeda pengalamannya dengan setiap anak. Maka dari itu, perlu dilakukan journaling untuk tracking dengan mencatat strategi mana yang efektif atau tidak efektif untuk anak. Jika Anda menginginkan anak Anda mampu mengelola emosi dengan baik, cobalah strategi ini. Semoga berhasil!
(1) Mazefsky, C. A., Herrington, J., Siegel, M., Scarpa, A., Maddox, B. B., Scahill, L., & White, S. W. (2013). The role of emotion regulation in autism spectrum disorder. Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 52(7), 679–688. https://doi.org/10.1016/j.jaac.2013.05.006
(2)American Psychiatric Association . Text Revision. 4th Ed. Author; Washington, DC: 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.(3) The spectrum of autism-from neuronal connections to behavioral expression. Mazefsky CA, Minshew NJ. Virtual Mentor. 2010 Nov 1; 12(11):867-72.
(4) Behavioral and emotional problems in young people with pervasive developmental disorders: relative prevalence, effects of subject characteristics, and empirical classification. Lecavalier L, J Autism Dev Disord. 2006 Nov; 36(8):1101-14.(5) The Zones Of Regulation. Kuypers, Leah M. 2011. Think Social Publishing, Inc. Santa Clara, CA(6) The Zones Of Regulation. Kuypers, Leah M. 2011. Think Social Publishing, Inc. Santa Clara, CA(7) Moving Into The Zone. Kuypers, Leah and Flaminio, Kathy. 2021. 1000 Petals, LLC & Kuyers Consulting, Inc