Pentingnya exercise rutin bagi anak dan remaja Autistik
Kita semua mengetahui pentingnya olahraga dan kita semua harus rutin melakukannya.
WHO mengatakan :“Anak dan remaja mulai usia 5-17 tahun harus melakukan olahraga rata-rata 60 menit setiap hari dengan intensitas sedang sampai tinggi seperti aerobic, aktifitas fisik termasuk gerakan yang memperkuat otot dan tulang paling tidak 3 kali dalam seminggu”
WHO mengatakan :“Anak dan remaja mulai usia 5-17 tahun harus melakukan olahraga rata-rata 60 menit setiap hari dengan intensitas sedang sampai tinggi seperti aerobic, aktifitas fisik termasuk gerakan yang memperkuat otot dan tulang paling tidak 3 kali dalam seminggu”
Sumber : https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/physical-activity#:~:text=Children%20and%20adolescents%20aged%205,least%203%20days%20a%20week.
CDC menambahkan untuk anak usia 6-17 tahun :
- Aktifitas Aerobik : Dilakukan setiap hari selama 60 menit harus termasuk aktifitas seperti jalan kaki, lari atau gerakan yang meningkatkan detak jantung. Paling tidak dilakukan 3 kali dalam seminggu olahraga dengan intensitas tinggi.
- Penguatan Otot seperti melakukan push up, angkat besi minimum dilakukan 3 kali seminggu.
- Aktifitas penguatan tulang seperti lompat atau lari minimum dilakukan 3 kali seminggu.
Sumber : https://www.cdc.gov/physicalactivity/basics/children/index.htm
Olahraga rutin dapat memberikan manfaat antara lain, meningkatkan energi, memberikan ketenangan, memperbaiki pola tidur, membantu regulasi diri, meningkatkan imun system dan hal positif lainnya.
Lalu bagaimana untuk anak dan remaja Autistik ? Ada sebuah studi mengenai Obesitas pada Anak yang dikeluarkan oleh Egan et al., tahun 2013 yang mengatakan (di US) ada lebih dari 30% anak autistic memiliki kondisi kelebihan berat badan atau obesitas. Kondisi ini menunjukkan lebih tingi sebesar 12-24% dibanding dengan populasi anak neurotypical. Kondisi ini pun sering saya temui di Jakarta, Indonesia. Termasuk pada putri saya. Tahun 2019 kami mulai mengkhawatirkan kondisi kesehatan putri saya yang autistic, karena dia kelebihan berat badan. Sebagai orang tua yang aktif berolahraga, hal ini cukup membuat kami cemas. Kami mulai menyusun rencana dan menjelaskan kepada putri kami pentingnya memiliki berat badan yang sesuai dengan BM Index. Setelah itu, putri kami memahami perlunya berolahraga dan menjaga pola makan. Dia pun rutin melakukan olahraga cardio 2 kali dalam sehari dengan durasi 30 menit setiap sesi dan menjaga pola makan. Ditambah dengan fitness bersama personal trainer dan olahraga renang 1 kali seminggu selama 1 jam. Setelah 1.5 tahun, dia berhasil menurunkan berat badan 21kg. Kami pun sangat bangga dengan usaha putri kami. Pada kondisi anak Autistik, mengajarkan olahraga memerlukan strategi dan metode yang berbeda dibanding anak kondsi NT (Neurotypical). Namun mereka sangat memerlukan aktifitas fisik secara rutin dilakukan setiap hari, tidak hanya sebagai olah raga tapi juga untuk memenuhi kebutuhan sensory input mereka. Saat ini kita telah mengetahui bahwa 80%-90% anak autistic memiliki gangguan proses sensori (Rogers & Ozonoff, 2005; Tomchek & Dunn, 2007). Selain itu ada beberapa studi yang mengatakan bahwa olahraga memberikan manfaat bagi ASD antara lain : “Children with autism may experience increases in attention span, on-tas behavior and [it’s] shownto be effective in controlling many types of inappropriate behaviors associated with autism following aerobic activity” ( O’Connor, French and Henderson 2000).
“For children with autism, a relationship exists between motor skill development, language development, social interactions and academic performance” (McCleery, Eliott, Sampanis and Stefanidon 2013).
Penelitian juga mengatakan bahwa aktifitas fisik/exercise meningkatkan Brain-Derived Neurotrophic Factor atau yang dikenal dengan BDNF. Apakah BDNF itu? Di awal tahun1990, ilmuwan menemukan bahwa pertumbuhan BDNF di area hippocampus sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak. BDNF juga melindungi neuron dari cortisol, berfungsi seperti pupuk untuk membantu neuron di otak untuk terus menyambung dengan neuron-neuron lain dan berkembang. Jensen, 2005 mengatakan BDNF sangat berhubungan dengan memory dan proses belajar. Oleh karena itu BDNF dan exercise berhubungan positif. Terbukti seseorang yang mengalami depresi, tingkat BDNF dibawah ambang batas normal (John E. Ratey, penulis buku SPARK). Anak dan remaja autistic kebanyakan mengalami stress dalam sehari-harinya. Salah pemicunya adalah gangguan proses sensori. Ini adalah alasan kuat untuk melakukan exercise setiap hari.
Lalu bagaimana untuk anak dan remaja Autistik ? Ada sebuah studi mengenai Obesitas pada Anak yang dikeluarkan oleh Egan et al., tahun 2013 yang mengatakan (di US) ada lebih dari 30% anak autistic memiliki kondisi kelebihan berat badan atau obesitas. Kondisi ini menunjukkan lebih tingi sebesar 12-24% dibanding dengan populasi anak neurotypical. Kondisi ini pun sering saya temui di Jakarta, Indonesia. Termasuk pada putri saya. Tahun 2019 kami mulai mengkhawatirkan kondisi kesehatan putri saya yang autistic, karena dia kelebihan berat badan. Sebagai orang tua yang aktif berolahraga, hal ini cukup membuat kami cemas. Kami mulai menyusun rencana dan menjelaskan kepada putri kami pentingnya memiliki berat badan yang sesuai dengan BM Index. Setelah itu, putri kami memahami perlunya berolahraga dan menjaga pola makan. Dia pun rutin melakukan olahraga cardio 2 kali dalam sehari dengan durasi 30 menit setiap sesi dan menjaga pola makan. Ditambah dengan fitness bersama personal trainer dan olahraga renang 1 kali seminggu selama 1 jam. Setelah 1.5 tahun, dia berhasil menurunkan berat badan 21kg. Kami pun sangat bangga dengan usaha putri kami. Pada kondisi anak Autistik, mengajarkan olahraga memerlukan strategi dan metode yang berbeda dibanding anak kondsi NT (Neurotypical). Namun mereka sangat memerlukan aktifitas fisik secara rutin dilakukan setiap hari, tidak hanya sebagai olah raga tapi juga untuk memenuhi kebutuhan sensory input mereka. Saat ini kita telah mengetahui bahwa 80%-90% anak autistic memiliki gangguan proses sensori (Rogers & Ozonoff, 2005; Tomchek & Dunn, 2007). Selain itu ada beberapa studi yang mengatakan bahwa olahraga memberikan manfaat bagi ASD antara lain : “Children with autism may experience increases in attention span, on-tas behavior and [it’s] shownto be effective in controlling many types of inappropriate behaviors associated with autism following aerobic activity” ( O’Connor, French and Henderson 2000).
“For children with autism, a relationship exists between motor skill development, language development, social interactions and academic performance” (McCleery, Eliott, Sampanis and Stefanidon 2013).
Penelitian juga mengatakan bahwa aktifitas fisik/exercise meningkatkan Brain-Derived Neurotrophic Factor atau yang dikenal dengan BDNF. Apakah BDNF itu? Di awal tahun1990, ilmuwan menemukan bahwa pertumbuhan BDNF di area hippocampus sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak. BDNF juga melindungi neuron dari cortisol, berfungsi seperti pupuk untuk membantu neuron di otak untuk terus menyambung dengan neuron-neuron lain dan berkembang. Jensen, 2005 mengatakan BDNF sangat berhubungan dengan memory dan proses belajar. Oleh karena itu BDNF dan exercise berhubungan positif. Terbukti seseorang yang mengalami depresi, tingkat BDNF dibawah ambang batas normal (John E. Ratey, penulis buku SPARK). Anak dan remaja autistic kebanyakan mengalami stress dalam sehari-harinya. Salah pemicunya adalah gangguan proses sensori. Ini adalah alasan kuat untuk melakukan exercise setiap hari.
Sensory Fit PlayProgam Sensory Fit Play (SFP) adalah program program inklusi gerak fisik yang menggunakan pendekatan stimulasi sensori dan permainan untuk anak usia 7-15 tahun.
SFP menggabungkan aktivitas fisik dari gerakan fitness, yoga, koordinasi sensori motorik dan juga permainan yang dibawakan oleh fisioterapis dan terapis okupasi.
Fokus dari program ini adalah meningkatkan kemampuan gerak motor dengan memberikan adaptasi gerakan terutama untuk anak dan remaja yang mengalami gangguan gerak sehingga dapat memberikan rasa sukses bagi mereka. Program ini dibuat dengan memprioritaskan rasa aman, efektif dan progressif.
Tujuan yang ingin dicapai :
SFP menggabungkan aktivitas fisik dari gerakan fitness, yoga, koordinasi sensori motorik dan juga permainan yang dibawakan oleh fisioterapis dan terapis okupasi.
Fokus dari program ini adalah meningkatkan kemampuan gerak motor dengan memberikan adaptasi gerakan terutama untuk anak dan remaja yang mengalami gangguan gerak sehingga dapat memberikan rasa sukses bagi mereka. Program ini dibuat dengan memprioritaskan rasa aman, efektif dan progressif.
Tujuan yang ingin dicapai :
- Meningkatkan kekuatan otot tubuh termasuk area core muscles agar dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan mudah dan mandiri.
- Meningkatkan koordinasi gerak tubuh dan keseimbangan, sekaligus mengaktifkan body awareness agar terhindar dari cedera.
- Menggunakan pendekatan multi aspek untuk meningkatkan stimulasi input sensori, persepsi terhadap input dan mampu memberikan respons kontrol gerak.
- Mengenalkan pola hidup sehat dan seimbang, baik dari fitness, pola makan dan juga menjaga kesehatan mental.
- Melalui edukasi dan fitness yang dibuat sesuai kemampuan klien, menjaga batas aman, memberdayakan/empowering diharapkan peserta dapat merasakan kesuksesan tidak hanya di area fisik tapi juga meningkatkan kualitas hidup.
Apa yang diberikan dalam program Sensory Fit Play :
- Tujuan terapi fisik : Kekuatan, Ketahanan, Keseimbangan, Koordinasi, Sekuensi, Latihan Mandiri
- Meningkatkan fitness : Kekuatan, Ketahanan, Stamina.
- Meningkatkan Keseimbangan dan Koordinasi Tubuh
- Mengenalkan aktivitas gerak yang menyenangkan dan terstruktur untuk menjadi landasan aktivitas keseharian agar dapat dilakukan dengan mudah.
Gambar diatas adalah beberapa gerakan yang ada dalam program Sensory Fit Play. JIka Anda tertarik mencoba program SFP untuk anak Anda, silahkan hubungi kami di terapipediasuit@gmail.com